Perlindungan Pekerja dari Bahaya Panas Ekstrem

Perlindungan Pekerja dari Bahaya Panas Ekstrem

Laporan terbaru dari WHO (World Health Organization) dan WMO (World Meteorological Organization) memperingatkan kondisi darurat global: lebih dari 2,4 miliar pekerja atau 71% tenaga kerja dunia terpapar stres panas di tempat kerja. Dampaknya sangat serius — diperkirakan setiap tahun terjadi 23 juta kasus cedera dan lebih dari 19.000 kematian akibat paparan panas ekstrem (The Verge, 2025).

Fenomena ini semakin mengkhawatirkan seiring perubahan iklim yang meningkatkan frekuensi gelombang panas di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Sektor pekerjaan yang paling rentan adalah konstruksi, manufaktur, pertanian, hingga logistik, di mana pekerja sering terpapar langsung suhu tinggi.


Strategi Mitigasi Perlindungan Pekerja

Beberapa langkah mitigasi yang dapat dilakukan perusahaan dan pemerintah antara lain:

  1. Sistem Peringatan Dini Panas (Heat Warning System)
    Menggunakan sensor suhu, aplikasi cuaca, atau peringatan SMS untuk memberi tahu pekerja dan manajemen ketika suhu mencapai level berbahaya.
  2. Istirahat Teratur dan Rotasi Kerja
    Memberlakukan work-rest cycle, yaitu jadwal istirahat rutin di ruang sejuk, agar pekerja tidak mengalami heat exhaustion atau heat stroke.
  3. Desain Seragam Pendingin (Cooling Uniforms)
    Mengembangkan seragam kerja berbahan ringan, menyerap keringat, bahkan dilengkapi teknologi cooling vest yang dapat menurunkan suhu tubuh pekerja.
  4. Redesign Ruang dan Proses Kerja
    • Menyediakan area kerja dengan ventilasi optimal atau pendingin udara.
    • Mengatur jam kerja lebih pagi atau malam untuk menghindari terik siang hari.
    • Menggunakan kanopi, shading, atau barrier panas di area outdoor.

Tantangan Regulasi di Indonesia

Meskipun UU Ketenagakerjaan dan Permenaker Nomor 5 Tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja telah mengatur batasan iklim kerja (suhu dan kelembapan), implementasi di lapangan masih menghadapi tantangan:

  • Kurangnya pengawasan dari instansi ketenagakerjaan, terutama di sektor informal.
  • Minimnya kesadaran perusahaan kecil terkait risiko panas ekstrem.
  • Belum adanya standar nasional khusus mengenai perlindungan pekerja dari heat stress yang semakin parah akibat perubahan iklim.

Studi Kasus: Pekerja Outdoor dan Manufaktur

  1. Konstruksi Jalan & Bangunan
    Pekerja konstruksi di kota besar seperti Jakarta atau Surabaya kerap menghadapi suhu di atas 35°C. Tanpa pelindung kepala dan istirahat rutin, risiko dehidrasi dan heat stroke meningkat drastis.
  2. Industri Manufaktur (Pengecoran & Tekstil)
    Di pabrik pengecoran logam, suhu ruang kerja bisa mencapai lebih dari 40°C. Beberapa perusahaan telah mulai mengadopsi ventilasi mekanis dan memberikan cooling break untuk menekan risiko kesehatan pekerja.
  3. Pertanian dan Perkebunan
    Petani sawit dan pekerja tambang terbuka menghadapi paparan sinar matahari langsung selama berjam-jam. Inovasi seperti topi pendingin berisi gel atau rompi penahan panas mulai diperkenalkan, meski masih terbatas pada proyek percontohan.

Penutup

Bahaya panas ekstrem bukan lagi sekadar isu lingkungan, tetapi juga krisis kesehatan dan keselamatan kerja global. Indonesia, dengan iklim tropis yang kian panas, perlu mengambil langkah serius melalui regulasi yang lebih ketat, teknologi mitigasi, serta budaya kerja yang mengutamakan keselamatan.

Melindungi pekerja dari panas ekstrem berarti menyelamatkan nyawa, meningkatkan produktivitas, dan mendukung keberlanjutan tenaga kerja di masa depan.

Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *