Keselamatan di Industri Kolaboratif: Manusia dan Robot (Co-robotics) & Sensor Thermal

Keselamatan dalam Industri Kolaboratif: Manusia & Robot

Apa itu Co-robotics dan Tantangan Keselamatannya

  • Co-robotics (robot kolaboratif / cobots) adalah robot yang dirancang untuk bekerja berdampingan dengan manusia, atau dalam ruang yang mungkin diakses manusia, bukan di dalam sel robotik yang sepenuhnya terisolasi.
  • Keuntungannya banyak: fleksibilitas kerja, peningkatan produktivitas, otomasi tugas repetitif, pengurangan kelelahan manusia, dan potensi untuk meningkatkan keselamatan jika desain dan kontrolnya baik.

Namun demikian, ada risiko keselamatan yang inheren, seperti:

  1. Tabrakan (collision) antara robot dengan manusia
  2. Cedera karena bagian bergerak robot (arm, gripper, actuator)
  3. Kesalahan sensor atau sistem kendali yang menyebabkan robot beroperasi secara tidak terduga
  4. Lingkungan kerja yang tidak memperhitungkan keberadaan manusia (misalnya blind spots, area akses tanpa penghalang)

Untuk memitigasi ini, sistem keselamatan harus redundant, responsif, dan mampu mendeteksi keberadaan manusia cepat dan akurat—termasuk dalam kondisi pencahayaan buruk, visibilitas rendah, atau hambatan lingkungan.

Sensor Thermal sebagai Solusi untuk Deteksi Manusia

Sensor thermal (kamera/array infra merah) bekerja dengan menangkap radiasi panas yang dipancarkan objek—manusia membedakan dari lingkungan berdasarkan suhu tubuh. Kelebihan sensor thermal untuk keselamatan robotik:

  • Dapat mendeteksi manusia meskipun kondisi pencahayaan rendah atau gelap total.
  • Lebih sulit “tertipu” oleh bayangan atau pola visual yang tidak relevan yang mengganggu kamera RGB.
  • Respons relatif cepat, dengan potensi komputasi yang tidak terlalu berat jika menggunakan metode hybrid atau algoritma ringan.

Salah satu paper terkini misalnya: “A Cost-Effective Thermal Imaging Safety Sensor for Industry 5.0 and Collaborative Robotics” (Barros et al., 2024) memperkenalkan desain dan implementasi sensor thermal imaging keamanan yang mampu mendeteksi manusia dengan akurasi sekitar 97% dalam kondisi terkendali, dengan beban komputasi rendah. (arXiv)


Tinjauan bagi Industri Manufaktur di Indonesia: Adopsi Sensor Thermal & Co-robotics

Status & Potensi

  • Indonesia sudah punya kebijakan “Making Indonesia 4.0” yang mempromosikan otomatisasi, robotika, dan AI dalam manufaktur. (IBAI)
  • Pasar cobot di Indonesia diperkirakan akan tumbuh cukup pesat menuju 2028, terutama di usaha menengah dan kecil (SME) serta di sektor‐sektor yang mulai memanfaatkan automatons lebih aktif. (MarketResearch.com)
  • Pelatihan robotik dan sertifikasi juga mulai tersedia di Indonesia (misalnya pelatihan operator robot, pelatihan industrial robotics sensing, ISO standard training) baik oleh institusi swasta maupun badan sertifikasi profesi. (PT SURYA SARANA DINAMIKA)

Langkah Adopsi Teknologi Sensor Thermal

Agar teknologi sensor thermal untuk keselamatan dalam lingkungan cobot bisa diterapkan di Indonesia, beberapa aspek yang perlu di-address:

  1. Pemilihan Teknologi dan Integrasi
    • Memilih sensor dengan resolusi, jangkauan, kecepatan refresh, ketahanan terhadap kondisi lingkungan (panas, debu, kelembapan).
    • Algoritma deteksi manusia: apakah menggunakan thermal murni, kombinasi (hybrid) dengan kamera RGB, pengolahan AI, dll.
    • Integrasi ke sistem pengamanan robot: menentukan zona aman, sistem “safe stop”, “speed reduction”, atau mode kerja kolaboratif jika manusia terdeteksi dekat robot.
  2. Biaya Investasi Beberapa komponen biaya termasuk:
    • Perangkat keras: biaya sensor thermal (kamera atau array), perangkat pemrosesan (embedded/computing unit), integrasi dengan robot. Sensor thermal berkualitas tinggi tidak murah—harga tergantung resolusi, brand, mutu.
    • Perangkat lunak / algoritma: pembelian lisensi, pengembangan model (jika menggunakan AI), pemeliharaan perangkat lunak, update keamanan dan performa.
    • Instalasi & integrasi: pengaturan fisik (penempatan sensor), kalibrasi, koneksi ke sistem kendali robot, safety interlock.
    • Operasional & pemeliharaan: pembersihan, penggantian perangkat jika kerusakan, pemeliharaan algoritma dan pengujian rutin.
    Estimasi kasar: tergantung skala pabrik dan kompleksitas, biaya bisa mulai dari puluhan juta rupiah untuk sistem sederhana kecil, hingga ratusan juta atau lebih untuk sistem besar dan kompleks.
  3. Pelatihan SDM (Sumber Daya Manusia) Agar adopsi berhasil, pekerja dan pengelola harus dilatih dalam:
    • Pemahaman prinsip keselamatan robotica & standar seperti ISO 10218-1 / ISO 10218-2, dan standar keselamatan lain yang relevan.
    • Pengoperasian robot kolaboratif, termasuk mode kolaboratif dan mode “safe state”.
    • Pemeliharaan sensor thermal & sistem pendeteksi manusia: troubleshooting sensor, pemeliharaan perangkat keras, pengelolaan false positives/negatives dalam algoritma.
    • Kesadaran keselamatan di lingkungan kerja: prosedur darurat, bagaimana merespon jika sistem deteksi mendeteksi manusia di zona yang berbahaya, penggunaan PPE jika perlu.
    Contoh: pelatihan Operator Junior Robot Produksi di Bekasi dengan biaya sekitar Rp 2.000.000 + sertifikasi Rp 1.500.000 per peserta. (PT SURYA SARANA DINAMIKA) Pelatihan bertema “Industrial Robotics: Sensing Planning and Control” di Bandung dipatok sekitar Rp 8.500.000 per peserta. (Training Center |)
  4. Regulasi & Standar Keselamatan Beberapa aspek regulasi yang perlu diperjelas atau diperkuat:
    • Standar nasional dan internasional yang mengatur interaksi manusia-robot, safe zones, penggunaan sensor, respons darurat. ISO 10218-1/2 untuk robot industri adalah salah satu contohnya; pelatihan terkait standar ini sudah ada di Batam. (Unichrone)
    • Regulasi teknis mengenai penggunaan sensor thermal dari sisi privasi: sensor thermal bisa juga merekam data terkait suhu tubuh, yang bisa dianggap sebagai data pribadi / kesehatan. Ada diskusi internasional bahwa penggunaan thermal harus mempertimbangkan regulasi privasi. (SpringerLink)
    • Regulasi penggunaan AI jika algoritma deteksi manusia memakai pembelajaran mesin, termasuk verifikasi, keamanan, mitigasi bias, dan audit algoritma.
    • Kewajiban sertifikasi untuk sistem keselamatan dalam robotik: badan sertifikasi profesi, audit keselamatan kerja, inspektur dari Dinas Tenaga Kerja, standar lingkungan kerja.
    • Kebijakan insentif pemerintah: subsidi investasi, tax holiday, atau insentif lain untuk perusahaan yang mengimplementasi teknologi keselamatan tinggi di robotika kolaboratif.

Tantangan & Risiko

  • Biaya awal yang tinggi, terutama bagi usaha kecil dan menengah (SMEs). Beban investasi awal bisa menjadi penghambat.
  • Ketidaktahuan atau kekurangpastian teknis: perusahaan mungkin belum mempunyai pengetahuan atau pengalaman dalam merancang sistem keselamatan robotik dengan sensor-thermal.
  • Perlawanan budaya / kebiasaan: pekerja merasa takut digantikan, atau manajemen ragu merubah prosedur keselamatan yang lama.
  • Regulasi yang belum lengkap: standar yang belum merata atau pengawasan yang belum kuat bisa menyebabkan implementasi tidak konsisten.
  • Privasi: penggunaan sensor thermal bisa menimbulkan kekhawatiran terkait pelacakan kondisi tubuh atau data kesehatan jika tinggal suhu tubuhnya terekam.

Kasus Studi dan Penelitian (arXiv dll.)

  • “A Cost-Effective Thermal Imaging Safety Sensor …” (Barros et al., 2024) adalah studi yang menguji penggunaan sensor thermal dalam konteks Industry 5.0 dan kolaboratif robotik; mereka mencapai akurasi deteksi manusia ~97% dalam kondisi terkendali. (arXiv)
  • Teknologi pendukung lain seperti “Thermal Array-based Detection and Ranging” (TADAR) yang dikembangkan untuk deteksi manusia multi-pengguna dan estimasi jarak dengan akurasi cukup tinggi, dengan privasi yang relatif terjaga. (arXiv)

Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa teknologi sudah cukup matang secara riset untuk diaplikasikan, asalkan kondisi lingkungan terkontrol atau dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan (isolasi termal, kalibrasi, pengendalian gangguan termal, dll).


Rekomendasi Strategis untuk Indonesia

Berdasarkan analisis di atas, berikut rekomendasi langkah‐strategis untuk mempercepat adopsi sensor thermal dalam keselamatan cobot di industri manufaktur Indonesia:

  1. Pilot Project / Demonstrasi Lokasi Industri Perusahaan besar manufaktur atau integrator robotik bekerjasama dengan universitas atau lembaga R&D melakukan pilot pada satu atau dua pabrik. Tujuannya untuk mengevaluasi efektivitas sensor thermal, performa di lapangan (bukan hanya kondisi lab), integrasi dengan robot, reaksi sistem terhadap false alarm, dan dampaknya terhadap produktivitas dan keselamatan kerja.
  2. Standarisasi & Adaptasi Lokal Mengadopsi standar internasional (ISO 10218, ISO/TS terkait keselamatan robotik, standar keselamatan sensor), namun juga merumuskan pedoman lokal yang memperhitungkan kondisi cuaca, lingkungan produksi di Indonesia (kelembapan, suhu tinggi, debu, kondisi pencahayaan), dan kemampuan pemeliharaan di lokasi terpencil.
  3. Skema Insentif Pemerintah Pemerintah bisa memberikan insentif pajak, subsidi, atau pembiayaan (skema kredit murah) bagi perusahaan yang menginvestasikan sistem keselamatan robotik termasuk sensor thermal. Juga dukungan dana riset dan pengembangan lokal agar teknologi sensor murah dan sesuai kondisi lokal.
  4. Pelatihan & Sertifikasi SDM
    • Memperbanyak pelatihan formal yang menggabungkan aspek mekanik, elektronik, robotika, serta sensor dan algoritma deteksi manusia.
    • Sertifikasi terkait keselamatan robotik dan sensor thermal: baik bagi personel teknis (operator, maintenance) maupun manajemen keselamatan kerja.
    • Kerjasama antara industri dan institusi akademik untuk kurikulum yang sesuai kebutuhan industri.
  5. Peraturan & Pengawasan
    • Melengkapi regulasi nasional yang mengatur keselamatan robotik dan penggunaan sensor deteksi manusia.
    • Pengawasan implementasi oleh lembaga terkait (misalnya Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Perindustrian, BSN, dll).
    • Aturan privasi dan pengelolaan data termal (terutama jika sistem menyimpan data suhu tubuh atau atribut kesehatan).
  6. Evaluasi Biaya / Analisis Keuntungan
    • Melakukan studi kelayakan (feasibility study) dan cost-benefit analysis: seberapa banyak kecelakaan kerja bisa dicegah, berapa biaya pengobatan, kerugian produksi, serta biaya sistem keselamatan vs penghematan jangka panjang.
    • Memasukkan faktor “waktu henti karena kecelakaan” sebagai bagian dari ongkos produksi; sistem safety yang baik bisa mengurangi downtime, dan ini bisa menjadi argumen bisnis yang kuat.

Kesimpulan

Sensor thermal sebagai bagian dari sistem keselamatan manusia-robot di industri kolaboratif menawarkan potensi besar untuk mengurangi risiko kecelakaan, terutama dalam situasi di mana kamera visual biasa gagal (gelap, asap, kondisi cahaya rendah). Penelitian terkini (termasuk di arXiv) menunjukkan bahwa akurasi deteksi manusia sudah cukup tinggi, dan beban komputasi bisa ditekan.

Di Indonesia, adopsinya semakin realistis mengingat dorongan dari kebijakan Making Indonesia 4.0, pasar cobot yang tumbuh, dan ketersediaan pelatihan/sertifikasi. Namun untuk berhasil, dibutuhkan investasi awal, pelatihan SDM, regulasi yang kuat, dan integrasi yang baik dengan sistem keselamatan industri.

Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *