Peran pengajar dalam menanamkan budaya keselamatan kerja di lingkungan kampus

Peran Pengajar dalam Menanamkan Budaya Keselamatan Kerja di Lingkungan Kampus

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) bukan hanya menjadi perhatian di dunia industri atau proyek lapangan, tetapi juga di lingkungan kampus. Laboratorium, ruang kelas, studio praktek, hingga area umum seperti parkiran dan kantin memiliki potensi risiko yang harus diperhatikan. Di sinilah pengajar memegang peran strategis dalam membangun budaya keselamatan kerja yang berkelanjutan.

1. Pengajar sebagai Teladan (Role Model) Keselamatan

Budaya keselamatan dimulai dari contoh. Dosen atau instruktur yang selalu:

  • memakai APD saat di laboratorium,
  • mematuhi prosedur keselamatan,
  • menegur mahasiswa ketika melanggar aturan keselamatan,
    akan memberikan pengaruh kuat terhadap perilaku mahasiswa. Mahasiswa cenderung meniru kebiasaan pengajarnya.

2. Mengintegrasikan K3 ke Dalam Materi Pembelajaran

Pengajar dapat memasukkan konsep K3 ke dalam setiap mata kuliah yang relevan:

  • Mata kuliah teknik: prosedur penggunaan alat, bahaya listrik, ergonomi.
  • Laboratorium sains: penanganan bahan kimia, keselamatan ruang tertutup.
  • Seni & desain: risiko alat tajam, paparan debu, postur kerja.

Dengan integrasi tersebut, mahasiswa tidak hanya mempelajari teori, tetapi memahami bagaimana keselamatan menjadi bagian dari praktik akademik sehari-hari.

3. Memberikan Pelatihan dan Demonstrasi Praktis

Sebelum kegiatan praktikum atau penggunaan alat, pengajar perlu memberikan:

  • briefing keselamatan,
  • demonstrasi cara kerja aman,
  • langkah penanganan keadaan darurat.

Pelatihan ini membantu mahasiswa memahami risiko, bukan sekadar menghafal aturan.

4. Mendorong Kepatuhan pada SOP dan Regulasi Kampus

Pengajar berperan memastikan SOP (Standard Operating Procedure) dijalankan konsisten:

  • pemeriksaan alat sebelum digunakan,
  • pengawasan jumlah peserta di ruang terbatas,
  • memastikan APD lengkap,
  • memastikan prosedur pembuangan limbah dilakukan sesuai aturan.

Kedisiplinan dalam mengikuti SOP dapat mengurangi insiden secara signifikan.

5. Membangun Komunikasi Keselamatan yang Efektif

Pengajar dapat memperkuat budaya keselamatan dengan:

  • menyampaikan informasi risiko di awal perkuliahan,
  • menggunakan poster, reminder, atau signage keselamatan,
  • membuka ruang diskusi tentang pengalaman mahasiswa dengan risiko kerja.

Komunikasi yang jelas akan menciptakan awareness dan kepedulian kolektif.

6. Mengawasi dan Mengevaluasi Praktik Keselamatan

Pengajar dapat berperan dalam evaluasi seperti:

  • memantau mahasiswa saat penggunaan alat,
  • mencatat near miss atau insiden kecil,
  • memberikan feedback untuk meningkatkan perilaku aman.

Evaluasi rutin membantu kampus memperbaiki sistem keselamatan.

7. Mendorong Budaya Melapor (Reporting Culture)

Mahasiswa sering takut atau malu melaporkan insiden kecil. Pengajar dapat mengubah mindset tersebut:

  • menekankan bahwa laporan bukan berarti kesalahan,
  • tetapi sebagai langkah untuk pencegahan agar tidak terjadi lagi.
    Budaya melapor adalah pilar utama sistem keselamatan yang sehat.

Kesimpulan

Pengajar memiliki peran sentral dalam menciptakan lingkungan kampus yang aman, produktif, dan bebas risiko. Melalui keteladanan, integrasi materi K3, pelatihan, pengawasan, dan komunikasi efektif, budaya keselamatan dapat tumbuh kuat dan menjadi bagian dari karakter mahasiswa. Kampus yang aman adalah kampus yang kondusif untuk belajar, berinovasi, dan berkembang.

Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *