Digital Safety Evolution

Digital Safety Evolution: Insight dari INCOSHET 2025

Rangkuman Tren & Rekomendasi Praktis untuk HR dan HSE

Indonesian Conference on Occupational Safety, Health, and Environment (INCOSHET) 2025 yang digelar Politeknik Ketenagakerjaan kembali jadi barometer penting untuk peta jalan K3 di Indonesia. Mengusung tema “Digital Safety Evolution: Optimalisasi K3 di Era Teknologi Berkelanjutan”, konferensi ini menegaskan satu pesan besar:

K3 tidak bisa lagi berjalan tanpa data, teknologi, dan perspektif keberlanjutan. (Jurnal Politeknik Ketenagakerjaan)

Melalui seminar, sesi pakar industri, serta prosiding ilmiah resmi INCOSHET, terlihat jelas bagaimana pakar K3 Indonesia memaknai “evolusi digital” bukan sekadar penggunaan gadget, tetapi transformasi cara berpikir: dari reaktif menjadi prediktif, dari manual menjadi berbasis data, dan dari fokus kecelakaan fisik menuju kesejahteraan pekerja secara menyeluruh.

Artikel ini merangkum tren utama INCOSHET 2025 dan menerjemahkannya menjadi rekomendasi konkret untuk HR dan praktisi HSE.


Apa Makna “Digital Safety Evolution”?

Tema INCOSHET 2025 didefinisikan dalam prosiding sebagai upaya mengoptimalkan K3 melalui pemanfaatan teknologi yang relevan dengan tantangan global dan teknologi berkelanjutan, sekaligus membangun kolaborasi lintas pemangku kepentingan. (Jurnal Politeknik Ketenagakerjaan)

Ada tiga kata kunci:

  1. Digital – bukan hanya aplikasi, tapi ekosistem: IoT, AI/AIoT, AR, analitik data, aplikasi mobile, hingga sistem informasi terintegrasi.
  2. Safety – bergeser dari sekadar kepatuhan regulasi menjadi risk intelligence: kemampuan organisasi membaca, memprediksi, dan mengendalikan risiko lebih awal.
  3. Evolution – menekankan proses bertahap: membangun kapasitas SDM, mengubah budaya, dan mengintegrasikan K3 ke dalam strategi bisnis dan keberlanjutan (ESG).

Tren Utama dari Prosiding & Konferensi INCOSHET 2025

1. Digitalisasi Pemantauan Risiko di Lapangan

Beberapa karya dalam prosiding menunjukkan bagaimana monitoring risiko mulai beralih ke solusi digital real-time:

  • AR-PMLENS: desain dan pengembangan aplikasi augmented reality untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap bahaya partikulat yang tidak terlihat – relevan untuk sektor industri dengan paparan partikel halus. (Jurnal Politeknik Ketenagakerjaan)
  • SURVIVORBOX: sistem pemantauan pekerja berbasis AIoT dengan komunikasi LoRa untuk mencegah kecelakaan di industri pertambangan. Teknologi ini memungkinkan pemantauan kondisi pekerja di area berbahaya dengan jaringan rendah daya dan jangkauan luas. (Jurnal Politeknik Ketenagakerjaan)
  • Digitalisasi pemeriksaan APAR dengan i-Reporter: mengotomasi pemeriksaan alat pemadam api ringan agar data inspeksi tersimpan rapi, mudah diaudit, dan mengurangi kelalaian pengecekan rutin. (Jurnal Politeknik Ketenagakerjaan)
  • CAFILLIFE: inovasi digital untuk pemantauan fisiologis dan keselamatan tim evakuasi bencana alam. Ini memperluas cakupan K3 ke skenario tanggap darurat berbasis data vital pekerja. (Jurnal Politeknik Ketenagakerjaan)

Di sisi seminar, narasumber dari industri memaparkan penerapan digitalisasi dalam program keselamatan pertambangan serta digitalisasi pengujian angkur pada pekerjaan di ketinggian, menegaskan bahwa digitalisasi bukan tren masa depan – tapi sudah berjalan di lapangan industri ekstraktif dan pekerjaan risiko tinggi. (Politeknik Tenaga Kejuruan)

Intinya:

Monitoring risiko bertransformasi dari checklist kertas menjadi sistem terintegrasi yang menghubungkan sensor, aplikasi, dan analitik data.


2. Fokus Baru pada Ergonomi Digital dan Kesehatan Mental Pekerja

INCOSHET 2025 juga menyorot dampak teknologi pada ergonomi dan kesehatan mental:

  • K-POSE: desain konseptual AI-based posture monitoring via kamera desktop dengan umpan balik ke mobile untuk staf pelayanan publik. Solusi ini dapat mengurangi risiko musculoskeletal disorders akibat postur statis yang buruk. (Jurnal Politeknik Ketenagakerjaan)
  • Studi “Digital Fatigue pada pekerja wanita di era teknologi berkelanjutan” menggali kelelahan digital melalui systematic literature review, menyoroti risiko burnout akibat paparan layar, tuntutan multitasking, dan beban kerja digital. (Jurnal Politeknik Ketenagakerjaan)
  • Kajian tentang aplikasi kesehatan mental menunjukkan peran aplikasi digital dalam meningkatkan kesejahteraan pekerja – dari dukungan psikologis ringan, self-assessment, hingga edukasi mandiri. (Jurnal Politeknik Ketenagakerjaan)

Ini menggeser paradigma: K3 digital bukan hanya soal mesin aman, tapi juga otak dan emosi pekerja yang tetap sehat.


3. Data & Analitik Perilaku: Memahami Manusia di Balik Sistem

Salah satu tren menarik adalah pemanfaatan eye-tracking dan analisis ekspresi wajah:

  • Studi menggunakan Tobii Eye-Tracker dan Noldus Face Reader menganalisis gerakan mata, ekspresi, dan emosi untuk memahami perilaku konsumen – metodologi yang dapat diadaptasi untuk pelatihan K3 (misalnya mengukur apakah pekerja benar-benar memperhatikan instruksi keselamatan visual). (Jurnal Politeknik Ketenagakerjaan)

Bila ditarik ke konteks K3, pendekatan ini membuka peluang:

  • Mendesain materi safety induction yang benar-benar menarik perhatian.
  • Mengidentifikasi titik di mana pekerja cenderung mengabaikan informasi kritikal.
  • Mengembangkan training berbasis human factors yang lebih presisi.

4. Integrasi K3 dengan Isu Lingkungan & Keberlanjutan

Proyek THERMOPLAST dalam prosiding – sistem pembangkit listrik dari sampah plastik dengan peningkatan kinerja thermoelectric generator – menunjukkan arah bahwa isu K3 dan lingkungan (E dalam ESG) makin tak terpisahkan. (Jurnal Politeknik Ketenagakerjaan)

Di level nasional, tema serupa muncul di konferensi lain seperti ICC-OSH 2025 yang menyoroti peningkatan penerapan SMK3 dan produktivitas untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim. (K3L Universitas Brawijaya)

Artinya, Digital Safety Evolution bukan hanya soal teknologi yang aman, tetapi juga:

  • Energi yang lebih bersih dan efisien.
  • Pengelolaan limbah yang lebih bertanggung jawab.
  • Adaptasi terhadap risiko iklim yang meningkat (heat stress, bencana alam, dll).

5. Kolaborasi Lintas Sektor dan Lintas Generasi

INCOSHET 2025 melibatkan:

  • Praktisi K3 dari perusahaan pertambangan dan industri lain.
  • HR & HSE praktisi dari sektor swasta.
  • Mahasiswa dan pelajar SMA/MA melalui call for paper dan kompetisi ilmiah. (Politeknik Tenaga Kejuruan)

Salah satu narasumber menekankan pentingnya kemampuan komunikasi K3 yang adaptif di era digital – bukan sekadar memahami teknologi, tetapi mampu “mengajak pekerja mengikuti aturan keselamatan” dengan cara yang relevan dan mudah dipahami. (iSafety Magazine)

Ini menegaskan bahwa kolaborasi lintas generasi (praktisi senior + generasi digital native) akan menjadi motor inovasi K3 ke depan.


Apa Artinya untuk HR?

Bagi HR, pesan besar INCOSHET 2025 adalah: talenta dan budaya menjadi fondasi utama Digital Safety Evolution. Beberapa langkah praktis:

1. Integrasikan Kompetensi K3 Digital dalam Manajemen Talenta

  • Masukkan literasi digital K3 (penggunaan aplikasi inspeksi, dashboard keselamatan, sistem e-permit) ke dalam job profile posisi terkait K3 dan operasional.
  • Jadikan kemampuan menggunakan data (membaca tren kecelakaan, near miss, absensi sakit) sebagai kompetensi penting untuk supervisor dan manajer lini.

2. Desain Ulang Program Pelatihan

  • Kembangkan micro-learning K3 berbasis aplikasi atau LMS: modul singkat, video, kuis yang mudah diakses via smartphone.
  • Pertimbangkan pilot AR/VR sederhana untuk simulasi situasi bahaya tinggi (kerja di ketinggian, confined space, dll) bekerja sama dengan tim HSE/IT atau vendor.
  • Dorong pelatihan lintas fungsi HR–HSE–IT agar implementasi tools digital tidak berjalan dalam silo.

3. Kelola Risiko Digital Fatigue & Kesehatan Mental

Terinspirasi dari kajian digital fatigue dan aplikasi kesehatan mental di prosiding:

  • Tetapkan kebijakan kerja digital yang sehat: jadwal meeting online yang wajar, “no meeting hour”, pengaturan notifikasi, dan batasan lembur digital.
  • Fasilitasi akses ke layanan kesehatan mental: EAP, konseling, atau integrasi dengan aplikasi kesehatan mental yang kredibel.
  • Masukkan topik wellbeing & digital balance dalam program employee engagement dan leadership development.

Apa Artinya untuk HSE?

Bagi HSE, konferensi ini jelas menunjukkan bahwa roadmap K3 ke depan harus punya komponen digital yang jelas dan terukur.

1. Susun Roadmap K3 Digital 3–5 Tahun

  • Mulai dengan assessment: proses mana yang paling rawan human error atau keterlambatan (inspeksi, pelaporan, permit to work, monitoring paparan).
  • Tentukan prioritas quick win:
    • Aplikasi inspeksi APAR dan peralatan kritikal.
    • Sistem pelaporan near miss berbasis mobile.
    • Digitalisasi dokumen izin kerja dan JSA.
  • Tetapkan target indikator (misalnya: penurunan keterlambatan inspeksi, kenaikan jumlah pelaporan near miss, respons time lebih cepat).

2. Pilih Teknologi yang Tepat Sasaran

Belajar dari contoh AR-PMLENS, SURVIVORBOX, CAFILLIFE, dan K-POSE, prinsipnya:

  • Risk-based: pilih teknologi yang langsung menyasar risiko paling kritis (pertambangan, pekerjaan ketinggian, area bencana, paparan partikel, dll.).
  • Scalable: mulai dengan pilot kecil, ukur dampak, baru diperluas.
  • User-centric: desain antarmuka yang sederhana, bahasa yang mudah, dan sesuaikan dengan literasi digital pekerja.

3. Integrasikan Data K3 ke Sistem Manajemen & ESG

  • Sinkronkan data dari aplikasi/aplikasi K3 dengan SMK3, ISO 45001, ISO 14001, dan laporan keberlanjutan perusahaan.
  • Pastikan ada tata kelola data: siapa pemilik data, siapa yang berhak mengakses, bagaimana perlindungan privasi pekerja (terutama data biometrik, kesehatan, dan perilaku).
  • Manfaatkan data untuk analitik prediktif sederhana: tren jam rawan kecelakaan, area dengan near miss terbanyak, unit dengan fatigue tinggi, dsb.

4. Upskilling Tim HSE

Tim HSE perlu diperkuat dengan:

  • Dasar IoT dan sensor: memahami apa yang bisa dan tidak bisa dilakukan perangkat.
  • Data literacy: mampu membaca dashboard, membuat insight, dan menyampaikannya ke manajemen.
  • Change management: karena keberhasilan implementasi teknologi K3 sangat bergantung pada penerimaan pekerja.

Agenda Bersama HR & HSE: Membangun Budaya “Digital Safety”

Agar Digital Safety Evolution tidak berhenti di slogan, HR dan HSE perlu bergerak bersama dalam beberapa hal:

  1. Narasi tunggal ke pekerja
    Teknologi dijelaskan bukan sebagai alat kontrol tambahan, tapi sebagai alat pelindung tambahan – untuk menjaga mereka pulang kerja dengan selamat dan sehat.
  2. Pelibatan pekerja sejak awal
    Libatkan pekerja dan serikat (bila ada) dalam uji coba aplikasi atau sistem baru: minta masukan, perbaiki alur, dan akui kontribusi mereka.
  3. Monitoring dampak non-teknis
    Setiap implementasi teknologi K3 baru perlu dievaluasi bukan hanya dari sisi angka insiden, tapi juga:
    • Apakah pekerja merasa lebih terawasi atau lebih terlindungi?
    • Apakah beban administratif turun atau justru naik?
    • Apakah komunikasi K3 menjadi lebih jelas?

Penutup: Dari Alat ke Mindset

INCOSHET 2025 menunjukkan bahwa evolusi digital dalam K3 di Indonesia sudah berjalan: dari solusi AR, AIoT, aplikasi mobile, hingga integrasi dengan isu keberlanjutan. Namun, pesan paling penting dari para pakar K3 yang hadir adalah:

Teknologi hanya sekuat budaya dan manusia yang menggunakannya.

Bagi organisasi, ini saat yang tepat untuk:

  • Menyusun ulang strategi K3 dengan lensa digital dan keberlanjutan.
  • Menguatkan peran HR dan HSE sebagai mitra strategis, bukan sekadar fungsi pendukung.
  • Menjadikan data dan teknologi sebagai bahasa baru dalam membangun budaya keselamatan – yang bukan hanya patuh regulasi, tetapi juga adaptif, berkelanjutan, dan manusiawi.

Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *